Cerita Mantan Pecandu Narkoba Dari Coba-coba, Hidup Tak Berguna dan Kena HIV
Pengalaman
selama tujuh tahun terjerat dalam ketergantungan narkoba, membuat Asep
Hidayat sadar untuk kembali menikmati kehidupan yang normal. Seperti
pecandu lain, semula ia hanya mencoba karena diajak temannya. Namun,
lama-kelamaan menjadi kecanduan hingga pada suatu kondisi dirinya
merasakan kehidupannya sama sekali tak berguna. Bahkan, kehidupannya
selama tujuh tahun (2009-2014) itu dirasakan sia-sia. BAGI
Himam, kondisi seperti itu tidak untuk disesali, tetapi dijadikan bahan
pelajaran bahwa hidup tidak hanya berhenti pada satu kondisi. Ada
kondisi lain bernama perubahan. Hidup sebelum menjadi pecandu adalah
dunia normal. Hidup
saat jadi pecandu merupakan dunia gelap dan hidup setelah pulih adalah
hidup lebih dari sekadar normal. Untuk itu, ia pun berbagi pengalaman
saat diskusi di Warung 63, Jalan Veteran, Denpasar, Selasa (28/8).Sebelum
menjadi pecandu narkoba, cerita Himam, ia awalnya nongkrong dengan
beberapa temannya di suatu tempat. Dari beberapa temannya itu, ada satu,
dua yang sudah menjadi pengguna narkoba. ''Saya
pertama kali mengonsumsi narkoba jenis obat-obatan pada 2009. Sempat
juga mengisap ganja. Awalnya, saya diajak teman. Kalau tidak mau, mereka
tidak akan menerima sebagai kelompoknya,'' aku Himam.Pria
perwakilan dari Yayasan serba bakti ini menjelaskan, ketika itu faktor
informasi sangat minim. Dengan strateginya, mereka menawarkan narkoba
kepadanya dalam bentuk cairan dengan obat. Awalnya, mereka memberikannya
secara gratis dan diajari bagaimana menggunakannya. ''Pertama kali
mencoba seperti orang keracunan,'' akunya.Setelah
merasakan pertama, temannya terus memengaruhi dan mereka datang untuk
menawarkan. Begitu rutin memakai barang haram itu, dia mengaku mulai
merasakan sensasinya. Ia pun mulai menarik diri dari keluarga. ''Ketika
ingin mencoba untuk berhenti, saya merasakan kesakitan. Apalagi jika
kena air, rasanya seperti kesetrum. Makanya, pecandu itu jarang mandi,''
tuturnya.Di
tengah merasakan sakit itu, temannya kembali datang. Mereka pun
mengatakan kalau ingin sembuh harus menggunakan heroin untuk
menghilangkan rasa sakit itu. Saat itu, ia mulai membeli sendiri barang
haram tersebut kepada pengedar. ''Karena tidak punya uang, maka terpaksa
mencari sendiri. Pertama saya menjual gitar, kemudian jual sound system
dan semua barang di rumah saya jual,'' terangnya.Harga
obat waktu itu, lanjutnya, masih Rp 5 ribu. ''Begitu mendapat barang
itu, hampir setiap dua jam saya memakainya dengan cara diminum. Bahkan,
paling sedikit tiga kali sehari. Setelah semua barang habis, saya mulai
bohong sama keluarga untuk bisa mendapatkan uang. Bahkan di sekolah,
paling banyak masuk dua kali seminggu. Jadi, benar-benar hancur hidup
saya waktu itu,'' ujarnya lirih.Apalagi,
lanjutnya, saat itu untuk mencari obat itu sangat gampang, tidak
seperti sekarang. Dalam perjalanan sebagai pencandu berat, ia sudah
tidak memikirkan kehidupan. Ia hanya ingat dengan obat.Nah,
pada 2010 ia mulai merasakan titik jenuh karena dicurangi oleh
teman-temannya. ''Misalnya saya suruh teman beli barang, namun selalu
dikurangi. Nah, saat itulah saya merasakan ada kejenuhan,'' ungkapnya.Akhirnya,
ia mempunyai keinginan untuk berhenti dan hanya diam selama seminggu di
rumah. Saat diam itu, ia merasakan rasa sakit yang luar biasa. Sakit
itu dirasakan selama empat hari, bahkan sampai tidak tidur. Tanpa
diduga, ia kembali didatangi oleh temannya dan kembali memengaruhinya.
''Saya tersugesti lagi untuk memakai obat. Akhirnya, jatuh lagi dan itu
lebih parah karena semua keluarga dan pihak sekolah tahu,'' ceritanya.Yang
lebih parah lagi, ia diusir oleh orangtuanya dan hidup di jalanan
selama enam bulan. Karena kehabisan akal untuk mencari uang, maka ia
rela tinggal di rumah temannya dan menyapu rumahnya. Temannya
itu juga pengguna narkoba dan dia ''menempelnya'' hanya untuk
mendapatkan barang setan tersebut. Berselang lama, ia pun bertekad untuk
betul-betul berhenti karena terus memikirkan keluarga.Akhirnya,
ia meminta kepada orangtuanya untuk mencarikan pondok pesantren dan dia
pun langsung dibawa ke pesantren suryalaya di Jawa baratSelama proses
pemulihan itu, sakit yang saya rasakan sangat luar biasa. Setelah
delapan di sana, saya diperbolehkan pulang dan meminta kepada orangtua
untuk dicarikan kos. Maksudnya, biar saya jauh dari orang-orang yang
memengaruhi saya dari narkoba itu. Akhirnya, saya berhenti total,''
ucapnya.Meski
berhenti, ia merasakan ada yang perlu harus diketahui lebih dalam. Ia
melakukan check-up dan positif hepatitis dan HIV. Mengetahui hal itu,
mentalnya kembali down. Namun, ia tetap bersemangat dan bergabung dengan
komunitas orang-orang yang terjangkit penyakit yang sama. ''Di sana,
kami sharing dan saling support. Akhirnya, saya berobat dan dinyatakan
oleh dokter kalau saya sudah mendekati orang normal,'' terangnya.Selanjutnya,
ia melanjutkan sekolah lagi pada 2014,sekolah yang ditempatinya tau
latar belakang himam mau menerima kondisinya. ''Pertama kali saya kasi
tahu, justru kepala sekolah menolak karena tahu penyakit yang saya
derita. Syukurnya, kepala kemudian mau menerima dan akhirnya saya lulus dengan nilai sempurna...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar